PADAN MARGA
PANJAITAN DAN MARGA SINAMBELA.
Telah disajikan sebelumnya bahwa RAJA SITUNGO NAIBORNGIN
tidak kembali ke Sitorang, menurut kabar sudah meniggal,tetapi anak dan cucunya
Raja Sijorat tidak mengetahui dimana meninggal dan dimana makamnya.
Menurur keterangan
Raja Welsing Panjaitan ,anak Raja Pandua OMPU SI MONGGUR Hutanamora yang tinggal di Jl. Pabrik Tenun Medan dan
mantan pegawai Pemerintah Daerah Propinsi Sumatra Utara adalah sebagai
berikut: Bagi turunan orang Batak adalah aib atau rasa malu, bila orang tua atau
ompung/kakek seseorang tidak diketahui keberadaannya ,”bangke dohot hinamborna”
atau mayat dan makamnya.
Jadi dalam beberapa tahun diselidiki oleh RAJA SIJORAT kemana
perginya, dimana tinggal,jika sudah meninggal dimana
makamnya. Menurut kabar yang dapat dipercaya dari beberapa tokoh adat,bahwa
RAJA SITUNGO NAIBORNGIN berada di
Bakkara,sudah menikah dan mempunyai keturunan, meninggal dan dimakamkan di
Bakkara. Oleh
sebab itu pergilah RAJA SIJORAT mencari tempat tinggal RAJA SITUNGO NAIBORNGIN
, dengan tujuan jika ketemu makamnya ,maka kerangkanya akan digali [mangokkal holi ni natua-tua] dan dibawa ke Sitorang
untuk dilakukan upacara pemakaman menurut adat Batak. Setelah tiba di Bakkara, RAJA SIJORAT
bertemu dengan tokoh-tokoh adat di
Bakkara, diimana beliau menanyakan kebenaran kabar bahwa RAJA SITUNGO
NAIBORNGIN sudah meninggal dan dimana makamnya. Setelah diketahui makamnya,maka
RAJA SIJORAT member tahu maksudnya
kepada Raja-raja Adat disana untuk “mangokkal holi ni Ompungna” menggali
makam kakeknya dan membawa kerangkanya ke kampung halamannya di Sitorang.
Maksud RAJA SIJORAT untuk menggali makam tidak disetujui
RAJA SI SINGAMANGARAJA dengan mengatakan bahwa makam tersebut adalah makam
orang tuanya. Setelah beberapa lama berdialog ,tidak ada kesepakatan diantara
RAJA SIJORAT dan RAJA SI SINGA MANGARAJA. Selanjutnya Raja-raja Adat
memutuskan agar kedua mereka mengadu kekuatan dan kesaktiannya disaksikan
Raja-raja Adat dengan cara “marsiranggut dohot martinju” atau berhantam bergumul
dan bertinju. Siapa yang menang ,dialah turunan orang mati dalam makam tersebut
yang lebih Sakti dan berhak menggali makam yang diperebutkan.
Mereka
berhantam selama satu hari tidak ada yang menang,diteruskan berhantam
sampai hari-hari berikutnya sampai tujuh hari bergumul dan bertinju tidak ada
yang menang. Akhirnya Raja-raja Adat memutuskan
bahwa RAJA SIJORAT dan RAJA SI SINGA MANGARAJA adalah sama kuat dan
sakti dan merupakan turunan dari RAJA SITUNGO NAIBORNGIN yang sudah meninggal
dan terkenal sebagai Dukun Besar dan Sakti.
Dasar pertimbangan Raja-raja Adat berdasarkan hukum dan
adat Batak:
“Marojahan tu adat dohot uhum na hombar tu adat pinahot nasida:
Molo nidanggurhon batu ni halto tu porlak ni dongan, jala tubu ma
disi,tontu nampuna porlak I do nampuna bagot i. Songon I ma pangkataion ni
angka Raja-raja Adat dohot pangituai ni angka Omputta,dihubungan pardongan
tubuonta tu marga Sinambela. Dipahot RAJA SINGAMANGARAJA dohot RAJA SIJORAT
PARALIMAN ma Padan dohot Tonggo
natangkas: HAHA
NI PARTUBU,ANGGI NI HARAJAON MA RAJA SIJORAT PARALIMAN TU RAJA
SINGAMANGARAJA,NASO BOI MASIBUATAN BORU”. [Sumber:PANITIA TUGU
RAJA PANJAITAN,1971, hal .30]
Terjemahannya:
Berdasarkan Adat dan Hukum yang sesuai dengan adat yang berlaku: Jika seseorang
melemparkan bibit tanaman “halto” atau bibit pohon enau ke kebon orang lain dan
bibit itu tumbuh menjadi pohon enau, maka yang punya pohon enau itu adalah yang punya kebon. Begitulah pertimbangan pengetuai Adat tentang” Padan Pardongan
Tubuon” antara Marga Panjaitan dan Sinambela, dimana Padan/Perjanjian
tersebut antara RAJA SINGAMANGARAJA SINAMBELA
dengan RAJA SIJORAT PARALIMAN PANJAITAN dinyatakan
dalam pernyataan bahwa: TURUNAN RAJA PANJAITAN ADALAH ABANG DARI SEGI KETURUNAN DAN
ADIK DARI SEGI KERAJAAN TERHADAP
KETURUNAN RAJA SINGAMANGARAJA, TIDAK BOLEH ATAU TABU SALING MENIKAHI .
Selanjutnya
Raja-raja adat di Bakkara menyuruh Omputta RAJA SINGAMANGARAJA DAN RAJA
SIJORAT “MEBAT” atau kunjungan adat dan
mohon doa restu tentang kerajaan dan kesaktian kepada pamannya RAJA UTI PASARIBU,
juga bergelar RAJA RUM di Barus sebagai Raja Kerajaan terkaya dan tertua di
Sebelah barat Pulau Sumatera; hasil
perdagangan kapur Barus pengawetan barang berharga dan pakaian beberapa abad
dengan India ,Timur Tengah dan Eropah.Mereka pergi ke Barus sebab Ibu
R.SINGAMANGARAJA adalah boru Pasaribu anak perempuan RAJA UTI PASARIBU. Mereka
berdua pergi ke Barus melintasi hutan yang banyak binatang liar seperti ular,
harimau dan lain-lain. RAJA SINGAMANGARAJA DAN RAJA SIJORAT bisa sampai dan
masuk Istana Kerajaan.
Melihat kedua tamunya dapat masuk istana kerajaan, dapat
menembus hutan-hutan dengan binatang liar dan penjaga istana yang ketat,maka
dalam hatinya RAJA UTI, kedua tamu tersebut adalah Orang Yang Sakti. Oleh sebab
itu RAJA UTI tidak mau bertemu langsung dengan kedua tamunya dan dia naik ke
“songkor” /diatas plafon rumahnya dengan maksud mengamati tindak tanduk kedua tamunya
tersebut. Kedua tamu bertemu dan berkenalan dengan “nantulang”/ istri pamannya
RAJA UTI. Nyonya RAJA UTI mengajak makan kedua “berenya”/ keponakannya dan
menanyakan apa ada makanan kesukaan mereka untuk dihidangkan sebagai tamu dan
bere. Jawab RAJA SIJORAT selain hidangan nasi dan lauk agar dihidangkan juga sayur sijungkat atau limut
[sejenis sayur yang tumbuh di dalam air dan sayurnya panjang ,dapat dimakan
mentah ataupun digodok], hal ini sebagai siasat untuk dapat melihat keatas
plafon secara sopan sewaktu makan.
Pada waktu makan RAJA
SINGAMANGARAJA duluan makan sayur yang
panjang dan menengadah keatas plafon yang berlobang diatasnya dan bertemu mata
dengan pamannya RAJA UTI. Lalu RAJA SINGAMANGARAJA menucapkan: “Beremuna do hami Tulang,turun ma
Rajanami asa rap mangan hita”,artinya
Kami adalah keponakan paman,silahkan turun ,marilah kita makan bersama. Lalu RAJA UTI menjawab: “Raja na
Marsahala,angka na bisuk jala na bijaksana,anak ni Raja Toba, turun pe ahu asa
rap mangan ,dungi mangkatai dohot hamu “
artinya Raja yang Sakti, pintar dan
bijaksana Anak RAJA TOBA, Aku akan turun makan bersama dan setelah itu kita
berbicara.
Dalam pembicaraan setelah makan, RAJA UTI mengatakan: “RAJA SIJORAT PARALIMAN MA GOARMU, AI JINORAT NI SAHALAM DO UMBAHEN NA
PAJUMPANG BOHI HITA”. Namamu adalah RAJA SIJORAT PARALIMAN,karena kesaktianmu
memesan sayur limut dapat menjerat Aku
untuk ketemu muka. Menurut orang tua-tua inilah permulaan nama RAJA
SIJORAT PARALIMAN sebelumnya namanya adalah Raja Sijorat.
Dalam pembicaraan, kemudian RAJA UTI menguji kesaktian
kedua berenya dengan menyuruh mencari 5 keanehan
atau keajaiban yang belum pernah terjadi yaitu “Manang na boi luluan nasida 5 tanda halongangan naso dung hea
masa,ima: 1.Lote na marlau [namarihur], 2.Pungga namarimbulu, 3.Bulung ni ri na
sabolak ni anduri, 4. Boru na boi marsabe-sabehon tarusna, 5. Hoda namartanduk”
Terjemahannya: Apakah berenya dapat
mencari dan menunjukkan keanehan yang belum pernah terjadi sebelumnya yaitu: 1.
Burung puyuh yang berekor panjang, 2.Batu asah yang berbulu,3.Daun alang-alang
selebar alat penampi beras, 4.Perempuan yang buah dadanya panjang sampai
kebelakang bahunya,5.Kuda yang bertanduk.
Sesuai dengan petunjuk arahan RAJA UTI, maka RAJA SIJORAT
PARALIMAN dan RAJA SINGAMANGARAJA pergi
mencari perintah paman mereka tersebut. Menurut keterangan dalam buku PANITIA
TUGU RAJA PANJAITAN,1971 [h46],R.SIJORAT PARALIMAN yang mendapat dan
mengumpulkan 5 keanehan tersebut yaitu:
1.Burung puyuh yang berekor panjang didapat dan ditangkap
bekerja sama dengan marga Siagian di
“bona ni amppapaga” sejenis tumbuhan di Siampapaga.
2.Batu asah yang
berbulu didapat dari Laguboti. 3.Daun
alang-alang selebar alat penampi beras
didapat dari Humbang.
4.Perempuan yang buah dadanya panjang didapat dari pulau Samosir dan
5.Kuda yang bertanduk dapat
dijerat dan ditangkap di Lembah Silindung, kuda tersebut dijerat dengan tali
“ualang namarrante rihit” yaitu tali besar yang lebih dahulu direndam dalam
darah sapi atau kerbau,kemudian ditaburi dengan pasir yang kasar.
Setelah 5 perintah keanehan tersebut didapat,maka RAJA
SINGAMANGARAJA dan RAJA SIJORAT membawa dan menyerahkan hasil 5 keanehan tersebut kehadapan RAJA UTI.
Setelah pertemuan tersebut maka RAJA UTI mengakui KESAKTIAN KEDUA BERENYA DAN MEREKA SALING
MENGHORMATI.
Kemudian RAJA UTI merestui
dan menyerahkan Kerajaan TANO /TANAH BATAK
HASUNDUTAN [Barat]kepada bere kandungnya dan yang melihat muka RAJA UTI
pertama kali sewaktu makan dengan sayur sijungkat atau limut. Sesudah itu
melantik RAJA SINGAMANGARAJA sebagai SINGA ADAT ,SINGA HUKUM DAN SINGA KERAJAAN Tanah Batak dan bernama RAJA SINGAMANGARAJA.
Sejak pelantikan itulah namanya RAJA SINGAMANGARAJA.
Kepada RAJA SIJORAT dengan kesaktiannya waktu pertemuan
pertama dan dapat menangkap dan memberikan 5 keanehan,maka diangkat dan
dilantik sebagai” RAJA BATAK NA DI HABISSARAN”
atau RAJA BATAK DI BAGIAN TIMUR yaitu TOBA HOLBUNG mulai gunung GUNUNG /
DOLOK TOLONG sampai ASAHAN dan lautan disebelah Timur atau Selat Malaka.
Demikianlah informasi yang dapat kami sajikan bagi Hubungan PERJANJIAN MARGA PANJAITAN DAN MARGA
SINAMBELA.